Sumo adalah olahraga tradisional Jepang yang telah ada selama berabad-abad dan memiliki akar budaya yang sangat dalam. Dengan tubuh yang besar dan kekuatan fisik yang luar biasa, para pegulat sumo atau yang dikenal dengan istilah “rikishi” mempertaruhkan kehormatan mereka di atas ring untuk meraih kemenangan. Meskipun olahraga ini sangat identik dengan Jepang, sumo sebenarnya merupakan perpaduan antara tradisi asli Jepang dan pengaruh kebudayaan Tiongkok yang telah hadir jauh sebelum Jepang membentuk sistem sumo seperti yang kita kenal sekarang.
Seiring dengan perkembangan zaman, sumo telah menjadi simbol kekuatan fisik dan spiritual, sekaligus tradisi yang melibatkan berbagai ritual dan nilai budaya Jepang. Artikel ini akan membahas sejarah sumo, pengaruh Tiongkok dalam olahraga ini, serta fakta-fakta unik yang mungkin belum banyak diketahui tentang sumo.
1. Sejarah Awal Sumo: Dari Ritual ke Olahraga
Sumo diperkirakan berasal lebih dari seribu tahun yang lalu, pada periode Heian (794-1185 M). Awalnya, sumo bukanlah olahraga hiburan atau kompetisi seperti yang kita kenal saat ini, melainkan sebuah ritual keagamaan yang digunakan untuk menyenangkan para dewa. Dalam konteks ini, sumo merupakan bagian dari perayaan-perayaan yang dilakukan di kuil-kuil Shinto untuk memohon panen yang baik dan kesejahteraan bagi negara.
Pada abad ke-6, kehadiran ajaran Buddha dan pengaruh Tiongkok mulai masuk ke Jepang. Seiring dengan ini, praktik-praktik keagamaan dan kebudayaan Tiongkok, termasuk seni bela diri dan filosofi kehidupan, mulai mempengaruhi perkembangan sumo. Seiring berjalannya waktu, sumo bertransformasi menjadi olahraga yang lebih terstruktur dengan aturan yang lebih jelas, meskipun tetap mempertahankan unsur-unsur ritualistik yang menjadi bagian dari identitas olahraga ini.
2. Pengaruh Tiongkok terhadap Sumo
Seperti banyak aspek budaya Jepang, sumo tidak berkembang dalam isolasi. Salah satu pengaruh terbesar yang diterima sumo berasal dari Tiongkok, terutama melalui penyebaran ajaran Konfusianisme dan Buddhisme. Konfusianisme, yang mengajarkan nilai-nilai tentang kedisiplinan, kehormatan, dan loyalitas, sangat berpengaruh terhadap filosofi sumo yang menekankan pentingnya ketekunan, kerja keras, dan rasa hormat kepada lawan.
a. Pengaruh Konfusianisme dan Etika
Konsep-konsep etika dan moral yang terkandung dalam ajaran Konfusianisme sangat mirip dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam latihan sumo. Dalam sumo, seorang rikishi tidak hanya dituntut untuk kuat secara fisik, tetapi juga untuk memiliki karakter yang baik. Setiap pegulat sumo harus mematuhi aturan yang ketat tentang sopan santun, disiplin, dan pengendalian diri, yang semuanya mencerminkan ajaran Konfusianisme tentang kedisiplinan dan kehormatan diri.
b. Ritual dan Kepercayaan Budaya Tiongkok
Selain filosofi, budaya Tiongkok juga memperkenalkan konsep-konsep ritual keagamaan yang mempengaruhi perkembangan sumo. Salah satu contoh penting adalah upacara sumo yang melibatkan tabuhan lonceng, persembahan garam, dan pembacaan doa sebelum pertandingan dimulai. Ini adalah elemen yang sangat mirip dengan ritual-ritual yang ditemukan dalam upacara Tiongkok kuno untuk menghormati dewa-dewa. Garam, yang digunakan dalam sumo untuk menyucikan ring, adalah simbol penting dalam budaya Tiongkok sebagai alat pembersih spiritual.
c. Teknik Bela Diri Tiongkok dan Sumo
Meskipun sumo sangat fokus pada teknik-teknik adu fisik seperti dorongan (shove) dan penguncian (lock), banyak teknik bela diri yang ada dalam sumo, terutama dalam hal keseimbangan dan pengendalian tubuh, yang dipengaruhi oleh seni bela diri Tiongkok. Beberapa catatan sejarah mencatat bahwa Tiongkok memiliki berbagai teknik bertarung yang mirip dengan sumo, meskipun fokus mereka lebih pada gerakan-gerakan yang lebih lincah dan kombinasi serangan. Teknik-teknik dasar yang diadaptasi dari seni bela diri Tiongkok ini, meskipun telah berkembang dengan cara yang unik di Jepang, masih mempengaruhi formasi gerakan dalam sumo modern.
3. Fakta Unik tentang Sumo: Tradisi yang Hidup di Jepang
Meskipun sumo kini menjadi bagian integral dari budaya Jepang, olahraga ini tetap mempertahankan banyak tradisi yang telah ada sejak zaman dahulu. Berikut adalah beberapa fakta unik tentang sumo yang menggabungkan unsur-unsur tradisi, budaya, dan pengaruh luar:
a. Ritual Garam untuk Penyucian Ring
Salah satu bagian yang paling khas dari pertandingan sumo adalah ritual penyucian ring sebelum pertarungan. Sebelum pertandingan dimulai, para pegulat sumo dan wasit akan melemparkan garam ke ring sebagai simbol pembersihan dan penyucian. Ritual ini dipercaya dapat mengusir roh jahat dan memberikan keberuntungan bagi pegulat yang bertarung. Penggunaan garam ini, meskipun berasal dari Jepang, memiliki akar yang dalam dalam budaya Tiongkok, di mana garam sering digunakan dalam upacara keagamaan dan penyucian.
b. Kostum Tradisional yang Khas: Mawashi
Mawashi adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh pegulat sumo saat bertanding. Mawashi terbuat dari kain yang sangat kuat dan dililitkan di sekitar pinggang pegulat. Meski sekilas tampak sederhana, pakaian ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Dalam budaya Jepang, pakaian yang dikenakan dalam upacara atau kompetisi sering kali memiliki hubungan dengan kehormatan dan kedisiplinan, dan mawashi adalah representasi dari status dan identitas seorang rikishi.
c. Pengaruh Gender: Hanya Pria yang Bertanding
Sumo pada umumnya hanya melibatkan pria sebagai peserta, dan ini memiliki akar dalam tradisi Shinto. Di kuil-kuil Shinto, sumo pada awalnya dipandang sebagai upacara yang dilakukan oleh pria untuk menghormati dewa-dewa, sehingga secara historis wanita tidak diperkenankan bertanding di dalam ring sumo. Hal ini juga mencerminkan pandangan tradisional Jepang yang membedakan peran pria dan wanita dalam masyarakat.
d. Sistem Peringkat yang Ketat
Salah satu ciri khas sumo adalah sistem peringkatnya yang sangat ketat. Pegulat sumo dibagi menjadi beberapa kelas atau divisi, yang dimulai dari “jonokuchi” (peringkat terendah) hingga “yokozuna” (peringkat tertinggi). Untuk mencapai peringkat tertinggi, seorang rikishi harus menjalani proses panjang yang melibatkan bertahun-tahun pelatihan keras dan pertarungan yang penuh tantangan. Peringkat ini sangat dihormati dalam masyarakat Jepang dan mencerminkan konsep-konsep seperti kehormatan dan ketekunan yang berakar dalam nilai-nilai Konfusianisme.
e. Diet Khusus: Makan Chanko-nabe
Diet seorang rikishi juga sangat unik dan terkait erat dengan latihan mereka. Mereka mengikuti diet khusus yang dikenal sebagai “chanko-nabe,” yaitu semangkuk besar sup berisi daging, sayuran, dan berbagai bahan lainnya. Makanan ini disiapkan dalam jumlah besar untuk memberikan energi yang dibutuhkan untuk latihan yang intens. Ini adalah bagian dari rutinitas sumo yang sudah ada sejak zaman dulu dan terus dipertahankan hingga saat ini.
4. Sumo dalam Budaya Populer Jepang
Sumo, meskipun dipenuhi dengan ritual dan sejarah panjang, juga memiliki tempat yang sangat kuat dalam budaya populer Jepang. Kejuaraan-kejuaraan sumo yang disiarkan di televisi menjadi tontonan favorit, dan para rikishi yang berhasil mencapai peringkat tinggi seperti yokozuna dianggap sebagai pahlawan nasional. Selain itu, sumo sering muncul dalam berbagai karya seni, seperti manga dan anime, yang menggambarkan kekuatan dan karakter para pegulatnya. Ini menunjukkan bagaimana sumo bukan hanya olahraga, tetapi juga simbol budaya Jepang yang menghubungkan tradisi, hiburan, dan kehormatan.
Sumo adalah olahraga yang penuh dengan sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang mendalam. Meskipun sangat identik dengan Jepang, banyak pengaruh dari budaya Tiongkok yang telah membentuk dan memperkaya perkembangan sumo. Dari ritual-ritual penyucian ring hingga etika dan filosofi yang mendalam tentang kedisiplinan dan kehormatan, sumo tidak hanya sekadar pertarungan fisik, tetapi juga representasi dari perpaduan budaya yang kaya.
Sumo terus bertahan hingga saat ini, tidak hanya sebagai olahraga, tetapi juga sebagai simbol kekuatan, ketahanan, dan spiritualitas. Olahraga ini mengajarkan kita lebih dari sekadar teknik bertarung — ia mengajarkan tentang perjuangan, kehormatan, dan menghargai tradisi yang telah mengukir jalannya selama berabad-abad.